Cerita: Kerumunan adalah Neraka (1)
ISOLASI
Perempuan berumur tiga puluh lima tahun itu berjalan pelan di depan Balai Desa Gayam. Ia seorang pegiat literasi yang menerima kuasa untuk memegang keris Desa Gayam berjuluk Pasopati.
Sejak pagi hingga senja ia menatap benda purbakala itu untuk menemukan kedamaian dalam diri. Tak ada guna mengharap kedamaian di luar dirinya.
Dan malam itu ia meninggalkan Balai Desa dengan rasa galau tak berujung. Sambil mengapit buku kumpulan cerita, Sadajiwa.
Bibirnya komat-kamit membaca kalimat pada sampul buku tipis berwarna hitam itu: “karena hidup adalah keindahan imajinasi, sedangkan kematian adalah kenyataan yang nestapa.”
Anak lelaki semata wayangnya baru kembali dari kota. Anak muda yang kalah dari pertempuran nafkah ojek online. Di rumah kos anaknya sudah ada orang tua yang tetiba sesak napas, mati, terbujur kaku dan akhirnya dikubur dengan protokol kafan plastik.
Jarak antara ia dan anaknya hanya satu meter, tanpa pelukan. Terhijab oleh benda laknat bernama plastik isolasi.
Jeritan menggema. Suara pilu dari sang anak karena protokol busuk bernama Lockdown. Setelah itu yang terdengar hanya isak tangis berbarengan.
Salah satu perangkat Desa menghibur anaknya dengan memutar film drama Korea Crash Landing on You. Tak perlu diceritakan lagi bagaimana klinik isolasi di Balai Desa menerapkan tindakan medis dan non-medis kepada anaknya yang terobsesi artis berwajah minyak dan emas, Son Ye-Jin.
(Bersambung)