Desa di Masa Pandemi Covid-19 (10): Banjar Kalsel, Fenomena Tambang dan Afirmasi SDGs Desa

MediaVanua.com ~ FGD kebijakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kabupaten Banjar diselenggarakan pada Selasa, 18 Oktober 2022 bertempat di Ruang Pertemuan BUM Desa Tungkaran, Martapura, Banjar. FGD dihadiri oleh Kabid Pemerintahan Desa, Perangkat Kecamatan, Kades Simpang Tiga (Ikromi), Kades Awang Bangkal Barat (Fajrul Ripani), Kades Sungai Lakum (Zaenal), Direktur BUM Desa Sei Lakum, BPD, Direktur BUM Desa Simpang Tiga, Direktur BUM Desa Awang Bangkal Barat (H Aidi), Tenaga Ahli Kabupaten (Dian, Rindang Restiadi, Ripara), Pendamping Desa (Fahrida, Ridho Laili, M. Lukman Al Hakim) dan Pendamping Lokal Desa (Ahmad Yunani, Purnawirawati), Bagian Hukum Ditjen PDP Kementerian Desa PDTT Ainur Rofik, TA P3PD diikuti oleh Iden Robert, Ade Indriani Zuchri, Misbahul Akbar, TA P3MD diikuti oleh Dindin dan dari LPPM UB dihadiri oleh Kokoh Prio Utomo.
Wawancara mendalam tentang penelitian kebijakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat desa diselenggarakan di Desa Awang Bangkal Barat Kabupaten Banjar, Rabu, 19 Oktober 2022 bertempat di Kantor Desa Awang Bangkal Barat Kabupaten Banjar. FGD dihadiri oleh Kades, Perangkat Desa dan Direktur BUM Desa, Tenaga Ahli Kabupaten (Dian, Rindang Restiadi), Pendamping Desa (Fahrida) dan Pendamping Lokal Desa (Ahmad Yunani), dari Kemendes TA P3PD oleh Ade Indriani Zuchri, Misbahul Akbar, TA P3MD oleh Dindin dan dari LPPM UB dihadiri oleh Kokoh Prio Utomo.
Wawancara mendalam berikutnya tentang penelitian kebijakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat desa diselenggarakan di Desa Mandiangin Barat, pada hari Rabu, 19 Oktober 2022 bertempat di Kantor Desa Mandiangin Barat, Banjar. FGD dihadiri oleh Kades, Perangkat Desa dan Operator Desa, Tenaga Ahli Kabupaten (Dian, Rindang Restiadi), Pendamping Desa (Fahrida) dan Pendamping Lokal Desa (Ahmad Yunani), dari Kemendes TA P3PD oleh Ade Indriani Zuchri, Misbahul Akbar, TA P3MD oleh Dindin dan dari LPPM UB dihadiri oleh Kokoh Prio Utomo.
Afirmasi SDGs Desa Tanpa Menerima Hasil Pendataan
Desa secara umum melaksanakan proses permusyawaratan di Desa dalam pengambilan keputusan. Penggunaan data SDGs Desa, BPS dan data sektoral lainnya sudah dilakukan di dalam proses penyusunan dokumen perencanaan berbasis datakrasi. Pelibatan seluruh komponen masyarakat khususnya perempuan dan kaum miskin marginal juga sudah dilibatkan dalam proses musyawarah desa.
Mayoritas Desa di Banjar menggunakan Permendesa PDTT No. 21/2020 a quo tetapi rekomendasi SDGs Desa mengalami freeze, kemacetan, dan tidak bisa migrasi data, sehingga perencanaan Desa tidak berjalan lancar. Meskipun demikian masyarakat Desa bersama Pemerintah Desa dan BPD tetap berupaya membumikan nilai-nilai SDGs Desa dalam perencanaan, misalnya afirmasi perangkat Desa komposisinya 80% perempuan. Nilai-nilai gotong royong masih tebal menyemangati pembangunan Desa sehingga tiap RT setiap minggu secara bergiliran dan sukarela membersihkan lahan yang digunakan untuk kepentingan bersama.
Desa Awang Bangkal Barat mengutamakan belanja Desa yang kualitasnya untuk peningkatan kesehatan remaja, melalui posyandu remaja, pencegahan pernikahan dini, pencegahan stunting. Program kesehatan skala lokal desa berjalan lancar, baik melalui program jaminan kesehatan, yang punya BPJS mandiri dan aktif membayar, jika masuk Rumah Sakit maka Pemerintah Desa akan memberikan uang dukungan dua juta rupiah, ini dimaksudkan memotivasi warga agar punya BPJS mandiri yang aktif bayar.
Upah adalah kunci. Desa bisa menginterpretasi pencapaian SDGs Desa melalui klaim pelaksanaan PKTD yang mana di dalam Permendesa PDTT No. 21/2020 a quo juga berorientasi SDGs DEsa. Pokok pelaksanaan program PKTD adalah penganggaran kegiatan-kegiatan yang bersifat padat karya (skema cash for work) yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dan tenaga kerja lokal untuk menambah pendapatan masyarakat desa. Desa di Banjar sudah melaksanakan program PKTD, namun menurut pendapat beberapa peserta FGD bahwa program PKTD secara pelan-pelan menggerus budaya gotong royong di Desa. Terjadi mobilisasi masyarakat desa untuk ikut serta dalam pembangunan infrastruktur atau aktivitas masyarakat di Desa yang selalu diawali dengan ketersediaan upah.
Di lain pihak Desa masih merasa alokasi penanganan stunting dalam APB Desa sebagai kewajiban, tetapi bukan sebagai bagian dari hak dan kewenangannya. Alokasi APB Desa hanya untuk sosialisasi pencegahan sampai dengan pemberian makanan tambahan.
Kewenangan Desa mengatur dan Mengurus Tambang
Problem menarik adalah Desa yang di dalamnya terdapat tambang. Terdapat sekitar 14 (empat belas) perusahaan tambang. Desa berupaya menuntut pungutan Desa agar jalan Desa tidak rusak. Ini memerlukan pendampingan yang intensif agar Desa berembug dengan korporasi tambang, atau menolak sekalian korporasi tambang, dan alternatifnya BUM Desa maju untuk mengelola tambang. Sekaligus dukungan bagi Desa yang sudah berkesadaran ekologis bahwa Pemerintah Desa mulai menjalankan skema kerjasama Desa dengan perusahaan untuk mengatasi limbah beracun B3 dan premanisme yang membayangi operasional perusahaan-perusahaan ilegal yang merusak lingkungan.
Desa Awang Bangkal Barat berada dalam kondisi geografis berupa sumber daya alam gunung batu yang digali menjadi galian batu gunung. Lalu lintas ramai dengan truk-truk pengangkut batu. Desa melakukan pungutan pemanfaatan jalan Desa karena truk yang membawa beban berat itu melewati akses jalan milik Desa. Pungutan itu menghasilkan PADesa. Dari kondisi alam tersebut fasilitas dan pelayanan publik masyarakat desa Awang Bangkal Barat menjadi terjamin baik fasilitas kesehatan, pendidikan dan lain-lain meskipun kerusakan alam terus berlangsung masif.
Kondisi Desa Awang Bangkal Barat sangat kontras jika dibandingkan dengan 2 (dua) desa lainnya. Desa Awang Bangkal Barat memiliki kekuatan finansial APB Desa yang sangat kuat hal ini dikarenakan Desa Awang Bangkal Barat memiliki potensi sumber daya alam berupa galian batu gunung yang mampu memberikan kontribusi ke PADesa cukup besar yaitu pada TA 2022 tercatat PADesa sebesar Rp. 100 juta melalui pungutan retribusi pemanfaatan jalan akses desa terhadap truk-truk pengangkut batu. Sehingga usulan masyarakat dalam musyawarah perencanaan penganggaran sebagian besar bisa terimplementasi karena anggarannya tersedia. Anggaran belanja publik atau belanja pembangunan Desa Awang Bangkal Barat total sebesar Rp 956 Juta selain belanja belanja pemerintah Desa. Di lain pihak APB Desa Mandiangin Barat hanya cukup untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin dikarenakan tidak adanya potensi pertambangan yang bisa dioptimalkan menjadi PADesa.
Dalam hasil wawancara mendalam dengan Kades Awang Bangkal Barat sudah disadari bahwa Desa tidak bisa tergantung dengan kondisi alam dan sumber daya alam bebatuan. Lambat laun sumber daya itu pasti akan habis. Dampak kerusakan lingkungan juga sangat besar. Oleh karena itu Pak Kades Awang Bangkal Barat sudah melakukan tahapan pembangunan wisata desa berupa pembangunan resort wisata dan kolam pemancingan. Saat ini perkembangan bangunan itu sekitar 20% dan ditargetkan selesai dalam 3 (tiga) tahun. Aset Desa ini kemudian akan dikelola oleh BUM Desa. Skema yang memungkinkan adalah pemanfaatan aset Desa atau bentuk-bentuk bagi hasil yang bisa langsung dibagi adil antara BUM Desa dan Pemerintah Desa.
Dengan adanya kesadaran dampak ekologis seperti itu dan pemanfaatan hasil tambang yang dialokasikan kembali untuk membangun akses-akses ekonomi produktif lainnya bisa dianggap sebuah gerakan antisipatif terhadap dampak ekologis.
Keraguan Memberi Modal Kepada BUM Desa
Pemerintah Desa bersedia menyertakan modal kepada BUM Desa tetapi masih ragu terhadap keberhasilan bisnis yang dikelola oleh BUM Desa. Pemahaman ini mewakili pandangan yang minim tentang proyeksi usaha dan cara mengatasi kerugian melalui penambahan modal, restrukturisasi organisasi dan lainnya.
Alasan keterbatasan anggaran selalu diajukan oleh Pemdes sehingga mereka terlalu berhati-hati dalam mengalokasikan belanjanya. Kades lebih cenderung mengalokasikan belanja untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya belanja infrastruktur atau kegiatan yang berdampak yang langsung kelihatan hasilnya di mata masyarakat Desa sebagai wujud keberhasilan kepemimpinan Kades. Kehendak politik Kades ini belum merangkul BUM Desa untuk mengembangkan berbagai jenis usaha yang mana Kades berposisi sebagai penasihatnya.
Bersambung ke penilaian berbasis bukti di Sigi Sulteng.(*)