Desa di Masa Pandemi Covid-19 (2): Diskursus Normatif Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
MediaVanua.com ~ Diskursus ideal-normatif Pembangunan Desa merumuskan bahwa Pembangunan Desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa. Subjek utama pembangunan Desa adalah pemerintah Desa, kepala Desa dan unsur-unsur masyarakat Desa yang merepresentasikan kepentingan Desa secara utuh, barulah kemudian subjek dari luar Desa ikut serta bermain di arena (field) pembangunan Desa.
Di lain pihak diskursus ideal-normatif Pemberdayaan Masyarakat Desa merumuskan bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Subjek utama pemberdayaan masyarakat Desa adalah Desa, barulah kemudian pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, atau pihak lain dari luar Desa ikut bermain di arena pemberdayaan masyarakat Desa.
Penilaian kebijakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa ini bermula dari aspek empiris dan aspiratif di beberapa Desa lokasi penilaian kebijakan. Tim penilai kebijakan terlebih dahulu mengajukan rangkaian pertanyaan tentang praktik “arah kebijakan SDGs Desa” di lokasi FGD dan wawancara, dan selanjutnya dibandingkan dengan praktik perencanaan pembangunan Desa yang kemungkinan tidak menggunakan arah kebijakan SDGs Desa.
Bagian berikut ini menjelaskan secara ringkas tentang arah kebijakan SDGs Desa supaya pembaca bisa memperoleh pemahaman-awal tentang pemerintahan berbasis data (datacracy) sebelum memasuki bagian bukti-bukti (evidences) dan dampak kepengaturan (regulatory impact).
ARAH KEBIJAKAN SDGs Desa
Diskursus normatif pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa telah menambahkan arah kebijakan yang bersifat datakrasi SDGs Desa. Definisi normatif SDGs Desa dalam Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa menyatakan bahwa SDGs Desa merupakan upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tim penilai kebijakan melakukan penilaian berbasis bukti (evidence-based) melalui rangkaian dialog yang berlangsung di lokasi penilaian kebijakan yang tersebar di 12 (dua belas) kabupaten.
Cakupan penilaian bermula dari diskursus pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa baik pada skala lokal Desa maupun dialog dengan pemerintah supra-Desa di lokasi penilaian kebijakan. Substansi hukum dalam Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dipergunakan bersamaan dengan proses penilaian kebijakan. Substansi hukum dalam peraturan menteri tersebut tidak dipergunakan untuk menilai kebijakan tersebut secara mutlak, karena metode penilaian kebijakan mengutamakan pemahaman timbal-balik yang berlangsung pada skala lokal Desa dan supra-Desa.
Hasil pelaksanaan dialog yang berlangsung di lokasi penilaian kebijakan selanjutnya dilakukan analisis penilaian kebijakan berbasis bukti. Laporan penilaian kebijakan berbasis bukti yang hadir di tangan pembaca ini telah disusun ulang dengan melakukan interpretasi atas bukti-bukti ke dalam diskursus perubahan hukum pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Bagian berikut menguraikan kategorisasi diskusus pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa, sehingga pembaca akan lebih mudah memahami tipe-tipe ideal-normatif dalam regulasi yang mengatur pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Bagian selanjutnya akan menguraikan temuan bukti yang menekankan kontradiksi atau disharmoni kebijakan, sedangkan bagian akhir menyajikan analisa penilaian kebijakan berbasis bukti yang fokus pada perubahan hukum pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa yang bertautan dengan kebijakan sektoral yang juga bermain di arena Desa dan perdesaan.
PEMBANGUNAN DESA
Definisi ideal-normatif Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa. Tahapan pembangunan Desa dalam Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa terdiri atas:
- Pendataan Desa.
- Perencanaan Pembangunan Desa
- Pelaksanaan Pembangunan Desa
- Pertanggungjawaban Pembangunan Desa.
TAHAP PENDATAAN DESA
Subjek pendataan Desa adalah Pemerintah Desa. Pemerintah Desa dapat difasilitasi oleh pemerintah supra-Desa yaitu perangkat daerah kabupaten/kota yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Pihak lainnya yang secara normatif melakukan fasilitasi pendataan Desa adalah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang direkrut dan dikontrak oleh Kementerian Desa PDTT, kader pemberdayaan masyarakat Desa di skala lokal Desa dan pihak ketiga.
Subjek utama pendataan Desa yakni Pemerintah Desa dibantu pula oleh organisasi sementara (ad hoc) yakni kelompok kerja Pendataan Desa. Kepala Desa berwenang menetapkan kelompok kerja Pendataan Desa itu dengan keputusan Kepala Desa.
Tim Penilai Kebijakan melakukan dialog tentang apa yang telah dilakukan oleh subjek utama pendataan Desa ini di lokasi penilaian kebijakan, terutama perihal representasi dan deliberasi warga Desa dalam kelompok kerja Pendataan Desa dan apa yang telah dilakukannya.
Tahap pendataan Desa didefinisikan secara normatif menjadi proses penggalian, pengumpulan, pencatatan, verifikasi dan validasi data SDGs Desa. Data SDGs Desa memuat data objektif kewilayahan dan kewargaan Desa berupa aset dan potensi aset Desa yang dapat didayagunakan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Desa, masalah ekonomi, sosial dan budaya yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi penyusunan program dan kegiatan Pembangunan Desa, serta data dan informasi terkait lainnya yang menggambarkan kondisi objektif Desa dan masyarakat Desa.
Diskursus ideal-normatif tentang SDGs Desa tersebut amat panjang dan terlalu ilmiah untuk dijelaskan di skala lokal Desa. Tim penilai kebijakan berupaya menyederhanakan bahasa ilmiah pendataan Desa tersebut dengan pertanyaan awal: “apakah yang telah dilakukan oleh Desa baik Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dalam tahapan pendataan SDGs Desa?”
Dialog penilaian kebijakan berbasis bukti di lokasi penilaian selanjutnya dianalisis dalam lingkup praktik pendataan SDGs Desa dan Kewenangan Desa secara utuh. Tim penilai kebijakan akan menajamkan bukti-bukti tersebut pada konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan aturan kebijakan lainnya.
TAHAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Subjek perencanaan pembangunan Desa adalah Pemerintah Desa. Pemerintah Desa melakukan perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan Kewenangan Desa berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Perencanaan Pembangunan Desa secara ideal dilakukan dengan proses deliberatif yang melibatkan unsur masyarakat Desa.
Subjek lain dalam perencanaan pembangunan Desa adalah pemerintah supra Desa di kabupaten/kota, Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang direkrut dan dikontrak oleh Kementerian Desa PDTT, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.
Tim penilai kebijakan berupaya meringkas substansi hukum perencanaan pembangunan Desa melalui pertanyaan awal: “apakah yang telah dilakukan oleh Desa, pemerintah supra-Desa, pendamping Desa dan pihak ketiga dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa?”
Dialog penilaian kebijakan berbasis bukti di lokasi penilaian kebijakan selanjutnya dianalisis dalam lingkup praktik penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. Tim penilai kebjakan akan menajamkan bukti-bukti tersebut dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan peraturan kebijakan lainnya.
TAHAP PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA
Subjek utama dalam tahapan pelaksanaan pembangunan Desa adalah Kepala Desa. Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan Desa sejak APB Desa ditetapkan. Pelaksanaan pembangunan Desa dilakukan secara swakelola dengan cara swadaya, gotong royong, pendayagunaan penyedia jasa/barang, dan padat karya tunai Desa. Tahapan pelaksanaan pembangunan Desa mencakup tahap persiapan pelaksanaan kegiatan dan tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa.
Pemanfaatan dan keberlanjutan hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa diatur dengan Peraturan Desa. Ini merupakan kaidah hukum tambahan yang menarik untuk ditelusuri praktiknya dalam skala lokal Desa.
Tim penilai kebijakan menyederhanakan substansi hukum dalam Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan pertanyaan awal: “apakah yang telah dilakukan Kepala Desa dalam tahap persiapan dan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa?”
Dialog penilaian kebijakan berbasis bukti di lokasi penilaian kebijakan selanjutnya dianalisis dalam lingkup praktik persiapan dan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa, termasuk tapi tidak terbatas pada penerapan format-format lampiran tentang tahapan ini sebagai bagian tak terpisahkan dari Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Tim penilai kebijakan akan menajamkan bukti-bukti tersebut dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan peraturan kebijakan lainnya.
TAHAP PERTANGGUNGJAWABAN PEMBANGUNAN DESA
Subjek utama dalam tahapan pertanggungjawaban pembangunan Desa adalah Kepala Desa. Kepala Desa menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa dalam Musyawarah Desa berdasarkan hasil laporan tim pelaksana kegiatan.
Tim penilai kebijakan menyederhanakan substansi hukum dalam Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan pertanyaan awal: “apakah Kepala Desa telah melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa di dalam Musyawarah Desa?”
Dialog penilaian kebijakan berbasis bukti di lokasi penilaian kebijakan selanjutnya dianalisis dalam lingkup praktik deliberatif dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa. Tim penilai kebijakan selanjutnya akan menajamkan bukti-bukti tersebut dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan aturan kebijakan lainnya.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Pemberdayaan masyarakat Desa secara ideal-normatif dilakukan oleh Desa, pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, atau pihak lain dari luar Desa.
Substansi hukum pemberdayaan masyarakat Desa berbeda dengan sustansi hukum pembangunan Desa. Hukum pemberdayaan masyarakat Desa menekankan subjek pemberdaya masyarakat Desa dan jenis-jenis program/kegiatan, sedangkan hukum pembangunan Desa menekankan subjek pembangunan Desa dan mekanisme teknokratik pembangunan Desa.
Subjek pemberdayaan masyarakat Desa dalam Permendesa No. 21/2020 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa perlu dicermati karena mereka melakukan program/kegiatan yang bersifat umum dan tidak dipilah berdasarkan (a) paradigma “Desa Membangun” dan Kewenangan Desa berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa; maupun (b) paradigma “Membangun Desa” dan kewenangan penugasan dari pusat dan/atau daerah kepada Desa.
Ketiadaan pemilahan antara subjek dan program/kegiatan paradigma dan kewenangan Desa itu mengakibatkan Desa menjadi arena (field) tarik menarik kewenangan di dalam realitas sosial skala lokal Desa. Peniaian kebijakan ini akan menelusuri tarik menarik kewenangan pemberdayaan masyarakat Desa itu melalui proses dialog.
Tim penilai kebijakan menyederhanakan penilaian kebijakan pemberdayaan masyarakat Desa dengan mengajukan pertanyaan awal: “apakah yang telah dilakukan oleh Desa, pemerintah pusat dan daerah dan pihak lain dalam pemberdayaan masyarakat Desa di Desa setempat?”
Tim penilai kebijakan berupaya menelusuri subjek-subjek pemberdaya masyarakat Desa tersebut dan proses deliberatif yang melegitimasi praksis para subjek pemberdaya. Analisa terhadap subjek dan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa selanjutnya ditajamkan dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum pemberdayaan masyarakat Desa dalam Permendesa No. 21/2021 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan peraturan kebijakan lainnya.
SUBJEK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA: DESA
Subjek utama Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah Desa. Desa dalam pengertian seutuhnya yakni Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa melakukan pemberdayaan masyarakat Desa sesuai dengan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
Tim penilai kebijakan berupaya memperoleh bukti-bukti (evidences) tentang apa yang telah dilakukan oleh Desa sebagai subjek Pemberdayaan Masyarakat Desa. Desa sebagai subjek pemberdayaan masyarakat Desa yang dilibatkan dalam dialog penilaian kebijakan di lokasi penilaian kebijakan tersebut, antara lain:
- Pemerintah Desa
- Badan Permusyawaratan Desa
- Lembaga Kemasyarakatan Desa yang beragam jenisnya di Desa setempat
- Lembaga Adat Desa yang beragam nama dan jenisnya
- Badan Usaha Milik Desa yang mempunyai keragaman jenis usaha
- Pelaksana yang disepakati dalam kerjasama Desa dengan pihak ketiga
- Kader pemberdayaan masyarakat Desa
- Unsur individual masyarakat dan/atau kelompok masyarakat.
Tim penilai kebijakan menelusuri subjek-subjek dari skala lokal Desa tersebut dan proses deliberatif yang melegitimasi praksisnya. Analisa terhadap Desa sebagai subjek dan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa yang dilakukannya, selanjutnya ditajamkan dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum pemberdayaan masyarakat Desa dalam Permendesa No. 21/2021 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan peraturan kebijakan lainnya.
SUBJEK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA: PEMERINTAH SUPRA-DESA DAN PENDAMPING PROFESIONAL
Subjek kedua Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang lebih spesifik lagi mencakup pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di lokasi penilaian kebijakan.
Para subjek ini melakukan Pemberdayaan Masyarakat Desa sesuai dengan kewenangan Desa. Kewenangan Desa yang melekat secara atributif kepada subjek pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah kewenangan memberikan penugasan kepada Desa melalui program dan penganggaran khusus. Kewenangan penugasan ini berbeda dengan diskursus hukum normatif tentang medebewind yang bersifat sentalistik tetapi kewenangan penugasan yang ditujukan untuk menambahkan program/kegiatan yang bersifat “Membangun Desa”. Program/kegiatan ini idealnya berupa program/kegiatan yang bukan kategori kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, serta berada dalam lingkup pembangunan perdesaan.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh subjek pemerintah dapat dibantu oleh pendamping profesional yang dikontrak oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Pendamping profesional itu secara faktual terdiri dari Tim Pendamping Profesional yang direkrut dan dikontrak oleh Kementerian Desa PDTT dan organisasi pendamping sektoral yang direkrut dan dikontrak oleh kementerian/lembaga lain.
Pemerintah daerah juga dapat merekrut dan memberikan mandat kepada pendamping profesional dengan berbagai nama program dan jenis profesi pendampingan serta dilegitimasi melalui hukum perjanjian kontraktual.
Tim penilai kebijakan berupaya memperoleh bukti-bukti (evidences) tentang apa yang telah dilakukan oleh pemerintah supra-Desa dan pendamping profesional sebagai subjek Pemberdayaan Masyarakat Desa, termasuk proses deliberatif yang melegitimasi praksisnya. Analisa terhadap pemerintah supra-Desa dan pendamping profesional sebagai salah satu subjek dan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa yang dilakukannya, selanjutnya ditajamkan dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum pemberdayaan masyarakat Desa dalam Permendesa No. 21/2021 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan peraturan kebijakan lainnya.
SUBJEK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA: MASYARAKAT SIPIL DAN KORPORASI
Subjek ketiga adalah institusi masyarakat sipil dan korporasi yang melakukan aktivitas Pemberdayaan Masyarakat Desa, antara lain sebagai berikut:
- Lembaga profesional
- Asosiasi profesi
- Organisasi masyarakat sipil
- Lembaga swadaya masyarakat
- Perguruan tinggi dan/atau lembaga pendidikan lain
- Organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi keagamaan, organisasi sosial, organisasi kepemudaan, organisasi perempuan, organisasi atau kelompok seni budaya
- Perusahaan dan/atau badan usaha lain.
Tim penilai kebijakan berupaya memperoleh bukti-bukti (evidences) tentang apa yang telah dilakukan oleh institusi masyarakat sipil dan korporasi dari luar Desa sebagai subjek Pemberdayaan Masyarakat Desa, termasuk proses deliberatif yang melegitimasi praksisnya. Analisa terhadap institusi masyarakat sipil dan korporasi dari luar Desa sebagai salah satu subjek dan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa yang dilakukannya, kemudian ditajamkan dalam konteks kontradiksi atau disharmoni antara substansi hukum pemberdayaan masyarakat Desa dalam Permendesa No. 21/2021 Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan aturan kebijakan lainnya.
PROGRAM/KEGIATAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA
Kategori pertama adalah pengembangan kapasitas melalui pendidikan pelatihan dan pembelajaran, penyuluhan dan pendampingan Desa. Materi program/kegiatan ini mayoritas berorientasi pada upaya pencapaian SDGs Desa.
Tim penilai kebijakan melakukan dialog dan pengumpulan bukti tentang program/kegiatan kategori pertama yang telah dilakukan oleh subjek Desa, pemerintah supra-Desa, pendamping profesional, dan/atau institusi masyarakat sipil dan korporasi, dihubungkan dengan upaya pencapaian SDGs Desa.
PROGRAM/KEGIATAN PENEGAKAN HAK DAN KEWAJIBAN DESA SERTA MASYARAKAT DESA
Kategori kedua adalah penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa melalui pengembangan paralegal, bantuan hukum, advokasi kebijakan, pengembangan akuntabilitas sosial, pengembangan keterbukaan informasi pembangunan Desa, dan jurnalisme warga. Jenis-jenis kegiatan tersebut difokuskan pada pencapaian SDGs Desa.
Tim penilai kebijakan melakukan dialog dan pengumpulan bukti tentang program/kegiatan kategori kedua yang telah dilakukan oleh subjek Desa, pemerintah supra-Desa, pendamping profesional, dan/atau institusi masyarakat sipil dan korporasi, dihubungkan dengan upaya pencapaian SDGs Desa.
PROGRAM/KEGIATAN PENGUATAN BUDAYA DESA DINAMIS
Kategori ketiga adalah penguatan kelembagaan Desa dinamis melalui ketahanan sosial masyarakat Desa dan perdesaan, kaderisasi masyarakat Desa, advokasi kewenangan dan regulasi Desa, konsolidasi partisipasi masyarakat Desa, dan penguatan kerjasama antar Desa, kerjasama Desa dengan pihak ketiga, dan jaringan sosial.
Tim penilai kebijakan melakukan dialog dan pengumpulan bukti tentang program/kegiatan kategori ketiga yang telah dilakukan oleh subjek Desa, pemerintah supra-Desa, pendamping profesional, dan/atau institusi masyarakat sipil dan korporasi, dihubungkan dengan upaya pencapaian SDGs Desa.
PROGRAM/KEGIATAN PENGUATAN BUDAYA DESA ADAPTIF
Kategori keempat adalah penguatan budaya Desa adaptif melalui pengembangan modal sosial budaya Desa dan perdesaan, pengembangan Desa inklusif dan Desa Adat, swakelola pembangunan Desa, pemajuan kebudayaan Desa, pemberdayaan masyarakat adat, pemberdayaan masyarakat Desa berbasis adat dan budaya, dan peningkatan peran berbagai jensi lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat Desa.
Tim penilai kebijakan melakukan dialog dan pengumpulan bukti tentang program/kegiatan kategori keempat yang telah dilakukan oleh subjek Desa, pemerintah supra-Desa, pendamping profesional, dan/atau institusi masyarakat sipil dan korporasi, dihubungkan dengan upaya pencapaian SDGs Desa.(*)