Desa di Masa Pandemi Covid-19 (6): Deli Serdang, Kontradiksi Regulasi Pembangunan Desa dan Keuangan Desa
MediaVanua.com ~ Menjelang akhir 2022 penilaian kebijakan berbasis bukti dilakukan melalui rangkaian Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara di Deli Serdang, Sumatera Utara. Partisipan FGD meliputi perwakilan dari beberapa Desa, Biro Hukum Kementerian Desa PDTT, Tenaga Ahli P3PD, Tenaga Ahli Pendamping Profesional Pusat dan Deli Serdang, dan tim LPPM Universitas Brawijaya.
Kita ikuti hasil wawancara dan FGD di Deli Serdang sebelum melangkah pada analisis hukum berbasis bukti dan aspirasi.
PENDATAAN SDGS DESA TETAP DILAKUKAN TETAPI TANPA RASA MEMILIKI
Kepala Desa berposisi sebagai pemimpin masyarakat Desa dan sekaligus menerima berbagai tuntutan dari mereka. Setiap ada perubahan regulasi dari pusat, Kepala Desa menjadi sasaran komplain dari masyarakat Desa. Pendamping Desa juga beberapa kali diminta informasi tentang setiap perubahan kebijakan dan program dari pemerintah pusat yang diperkirakan akan berpengaruh pada program di lingkungan pemerintahan Desa.
Salah satu Kepala Desa menyatakan bahwa ia tidak mau terlibat langsung pendataan SDGs Desa karena pendataan SDGs Desa bukan programnya atau bukan program milik Desa. Pendataan Desa yang berorientasi pada SDGs Desa masih merupakan hal yang baru bagi partisipan FGD di Deli Serdang. Sebelumnya pendamping Desa dan pendamping lokal Desa memperkenalkan Indeks Desa Membangun (IDM) kepada Desa. Data IDM tidak dibebani tujuan tertentu seperti upaya pencapaian 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa. Desa masih terbuka untuk melakukan perencanaan berbasis kepentingannya sendiri, sedangkan data IDM hanya dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan.
Pendataan SDGs Desa belum 100% dimasukkan ke dalam dashboard situs SDGs Desa meskipun pendamping Desa dan pendamping lokal Desa telah mengawal tahap pendataan SDGs Desa. Data individu dan kepala keluarga sudah dimasukkan tetapi data lainnya masih belum selesai dimasukkan karena kendala jaringan internet. Beberapa data SDGs Desa yang sudah ada di dalam situs SDGs Desa belum dapat diunduh (import) oleh Pemerintah Desa, sehingga Pemerintah Desa harus melakukan pendataan ulang kepada warga Desa. Ini dikhawatirkan oleh Pemerintah Desa akan menjadi masalah atau temuan administrasi karena dianggap sebagai penerimaan honor ganda.
PERENCANAAN DESA DAN DAMPAK PAGU ANGGARAN YANG LAMBAT
Dalam konteks penghitungan Dana Desa, beberapa Desa merasa Dana Desa yang diterimanya terlalu kecil sedangkan wilayahnya luas dan masyarakat berjumlah besar. Kepala desa dan perangkat Desa belum bisa melakukan pembangunan secara menyeluruh karena keterbatasan Dana Desa.
Selama keberlakuan Peraturan Presiden yang mengatur Rincian APBN 2022 Desa ragu-ragu untuk menggunakan alokasi 8% Dana Desa untuk membeli ambulans Desa padahal mobil ini diperlukan untuk pelayanan Desa terhadap warga. Desa merasa tidak ada aturan yang membolehkan Dana Desa itu untuk menambah biaya pembelian mobil ambulans.
Pejabat supra Desa Kasi PMD kecamatan Tanjung Marowak menjelaskan bahwa Kepala Desa di kecamatan ini baru saja pelantikan pada Mei 2022. Saat FGD berlangsung beberapa Desa sedang menyusun RPJM Desa dan baru satu Desa yang sudah selesai menyusun RPJM Desa, yaitu Desa Masjid yang mana Kepala Desa hadir di dalam FGD.
Desa Masjid menyusun tim pembentukan RPJM Desa (tim 11) dan dimulai dengan musyawarah dusun dalam penyusunan RPJM Desa. Desa Masjid melakukan perencanaan pembangunan Desa dimulai dengan musyawarah dusun, musyawarah Desa, dan Musrenbangdes. BPD hadir dalam pross permusyawaratan. Dokumen APB Desa diselesaikan pada Maret-April. Pencairan tahap pertama juga pada Maret-April. Ini dirasa menyulitkan Pemerintah Desa dalam membuat laporan pertanggungjawaban pembangunan Desa.
Partisipan FGD mengkritik peraturan bupati tentang perencanaan pembangunan Desa yang selalu terbit pada Februari. Desa mengalami keterlambatan proses perencanaan pembangunan Desa. Rata-rata pada Maret dan April Desa baru selesai menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa. Pemerintah Desa selalu kesulitan tentang besaran pagu dalam menyusun program dan selalu menunggu pagu tahun berjalan.
RPJM DESA RAWAN COPY PASTE
Kepala Desa yang baru terpilih mayoritas tidak memahami tahap penyusunan RPJM Desa. Sekitar 14 (empat belas) Desa sudah selesai menyusun RPJM Desa dan 4 (empat) Desa lagi masih proses penyelesaian. Bagi Kepala Desa yang baru terpilih, dokumen RPJM Desa masih belum dimengerti kegunaaannya, termasuk pagu anggaran yang akan disusun. Pemerintah Desa yang baru terbentuk cenderung meniru dokumen RPJM Desa dari Desa di Jawa. Mereka memperoleh dokumen itu bersumber dari mesin pencari Google. Isi dokumen RPJM Desa menjadi variatif. Ada yang lengkap dan ada yang tidak lengkap isinya.
KONTRADIKSI REGULASI PEMBANGUNAN DESA DAN KEUANGAN DESA
Pemerintah supra-Desa di Deli Serdang menggunakan Permendesa PDTT No. 21/ 2020 a quo namun terhenti. Masalahnya adalah:
- data masukan (input) pada aplikasi Siskeudes lebih kompatibel dengan Permendagri No. 20/2018 tentang pengelolaan keuangan desa dan Permendagri No. 114/2014 a quo.
- auditor (APIP) dan penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) bila melakukan audit atau melakukan penyelidikan selalu mempergunakan peraturan yang terbaru tetapi aplikasi Siskeudes selalu merujuk peraturan Menteri Dalam Negeri tentang keuangan Desa daripada Permendesa No. 21/2020 a quo.
Jika setiap hasil penyusunan dokumen perencanaan pembangunan Desa menggunakan Permendesa No. 21/2020 a quo namun harus disesuaikan dengan Permendagri No. 114/2014 a quo dan peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur keuangan Desa maka data perkembangan pembangunan desa memilki 2 (dua) versi, yaitu data capaian pembangunan yang menggunakan masing-masing aturan tersebut. Ini akan membuat bias dalam penentuan status perkembangan Desa.
Partisipan FGD meminta agar terdapat semacam FGD lanjutan agar terdapat harmonisasi regulasi yang mengatur pembangunan Desa di Deli Serdang.
PROGRAM PKTD TERIMBAS FRAMING KORUPSI
Program PKTD memberikan upah yang lebih besar daripada upah yang biasa diterima oleh masyarakat Desa setempat. Muncul isu bahwa PKTD upahnya hanya terbayar 50%. Media lokal membuat framing yang membesarkan isu semacam ini. Desa rentan terimbas isu seolah-olah korupsi.
Desa sudah jenuh menjadi objek permintaan data oleh media lokal yang sibuk membuat framing daripada diskursus PKTD yang bersifat kritis. Banyak bendahara Desa yang dipanggil oleh kepolisian atau sesekali dikunjungi dan diminta keterangan oleh kepolisian dan kejaksaan.
KONFLIK DALAM ARENA PERMUSYAWARATAN DESA
Penyelenggaraan musyawarah desa aman tidak terjadi kendala dan mengenai pembatalan tidak ada. Program berjalan sebagaimana mestinya.
Desa-desa masih mengabaikan peraturan Menteri Desa tentang musyawarah desa. Unsur-unsur peserta dari musyawarah desa kurang terpenuhi sehingga berdampak pada kualitas hasil musyawarah desa. Sebagian pemerintah Desa tetap menyelenggarakan musyawarah Desa dengan menyerap informasi dan aspirasi dari dusun demi membahas kebaikan bersama (baca: demokrasi komunitarian). Aspirasi kemudian disederhanakan menjadi 5 (lima) prioritas usulan yang akan dibawa pada musyawarah desa dan Musrenbangdes. Praktik permusyawaratan cenderung belum melangkah ke demokrasi deliberatif yang kaya akan voicing dan representasi, tetapi masih memungkinkan akan berkembang dengan bermodalkan permusyawaratan berbasis kebaikan bersama.
Konflik pernah terjadi di dalam Musyawarah Desa terutama antara masyarakat Desa dan Kepala Desa yang baru menjabat sejak Mei 2022. Pokok permasalahannya klasik. Perangkat Desa akan diganti apabila bukan bagian dari kemenangan dan kepentingan Kepala Desa yang baru. Setiap Kepala Desa yang baru terpilih ingin mengganti perangkat Desa yang eksis. Ini terjadi karena kurangnya informasi hukum tentang putusan peradilan maupun aturan hukum yang tidak membolehkan aparatur Desa diganti dengan sewenang-wenang oleh Kepala Desa dengan alasan politis. Praktik demokrasi lokal yang liberal ini cenderung meniru praktik demokrasi prosedural-elektoral sehingga kebebasan individu Kepala Desa lebih mengemuka, kecuali Kepala Desa bergerak ke arah lain yakni merangkul kompetitor calon Kepala Desa yang kalah dan mengajak perangkat Desa yang bukan faksi politiknya untuk memperjuangkan kepentingan kolektif Desa.
Pendamping Desa menjadi penengah ketika ada permasalahan dalam musyawarah Desa antara Kepala Desa dan BPD. Ini merupakan peran penting yang mana pendamping Desa sebagai mediator konflik dengan memposisikan kebebasan individu perangkat Desa yang digerakkan ke arah kebaikan bersama. Kepala Desa bisa dijembatani oleh pendamping Desa untuk bergeser dari pertimbangan politis ke pertimbangan politik kebaikan bersama: “merangkul, bukan memukul.”
Partisipan FGD di Deli Serdang juga merekomendasikan agar pemerintah Deli Serdang merevisi beberapa Peraturan Bupati yang mengatur tentang Desa untuk disesuaikan dengan peraturan terbaru. Pemerintah Deli Serdang perlu melakukan percepatan atas penerbitan peraturan bupati tentang besaran pagu indikatif karena berdampak pada mundurnya pelaksanaan musyawarah desa dalam menyusun APB Desa di seluruh Deli Serdang.
PENDAMPINGAN DESA UNTUK MENGISI RUANG SOSIAL YANG KOSONG
Partisipan FGD meminta pendampingan yang bersifat klinis atau langsung didampingi untuk menyusun mulai dari daftar isi dan detail substansi seluruh dokumen perencanaan pembangunan Desa. Selain itu terdapat ruang sosial yang kosong mengenai pemberdayaan masyarakat Desa yang melibatkan ibu-ibu warga Desa. Kaum perempuan Desa ini mengusulkan berbagai pelatihan yang menopang kehidupan dan ketrampilan mereka sejak dari musyawarah dusun. Pendamping Desa bisa mengisi pelatihan yang diminta oleh ibu-ibu warga Desa itu. Sudah saatnya pendamping bergerak secara klinis, yakni melatih, menuntun dan mengadvokasi ke dalam musyawarah dusun sampai Musrenbangdes.
KESULITAN LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS BUM DESA DAN TRANSFORMASI BKAD-UPK
BUM Desa yang hadir di dalam FGD rata-rata telah membagikan hasil usahanya melalui Pendapatan Asli Desa sebesar sepuluh juta rupiah. Jenis usahanya mayoritas masih usaha simpan pinjam. Pengurus BUM Desa pesimis dan apatis karena praktik jenis usaha simpan pinjam ini lebih banyak warga yang meminjam uang tapi mengalami kemacetan pengembalian pinjaman.
BUM Desa di Tanjung Marawak ada 12 (dua belas) BUM Desa, yang aktif berjalan 3 (tiga) BUM Desa, dan ada juga pengurusnya berhenti. Pengurus BUM Desa kurang memahami aturan tentang BUM Desa, terutama tentang rencana program kerja yang mencakup perencanaan jenis usaha dan pelaporan jenis usaha yang menggunakan Dana Desa.
Sekitar 70% Desa di Deli Serdang adalah persawahan, mayoritas pola penghidupannya adalah petani, dan petani selalu meminjam ke rentenir dengan bunga 10-15 persen. BUM Desa dibentuk untuk melayani kredit untuk petani. BUM Desa memberikan modal untuk petani dan sudah hampir 5 (lima) tahun berjalan. Menurut informasi di dalam FGD, BUM Desa telah membagikan hasil usahanya ke Pendapatan Asli Desa sekitar 5-6 juta.
Penyertaan modal masih kurang untuk mengembangkan BUM Desa di Desa Masjid. Selama masa pandemi Covid-19 APB Desa Masjid belum bisa memberikan modal kepada Desa karena aturan dari pusat mengenai alokasi Dana Desa dari pusat masih mengunci alokasinya untuk urusan penanganan Covid-10 sehingga BUM Desa mengalami kemacetan pengembalian pinjaman dari warga.
Di wilayah Batang Kuis terdapat 7 (tujuh) BUM Desa, 1 (satu) BUM Desa dibekukan, 3 (tiga) BUM Desa beroperasi baik, dan 3 (tiga) BUM Desa bermasalah. Dilema kepengurusan BUM Desa adalah pengurus BUM Desa yang berada dalam lingkaran keluarga tertentu. Ini bukan hal yang mengejutkan karena situasi sosial di Desa dimungkinkan terdiri dari keluarga besar yang ikatan sosialnya tinggi antara Pemerintah Desa dan BUM Desa. Ikatan sosial yang eksklusif ini belum berkembang ke jembatan sosial (social bridging) sehingga terjadi kesulitan bagi Pemerintah Desa dan BPD secara kolektif untuk meminta laporan penggunaan modal Desa kepada BUM Desa.
Sebagian BUM Desa belum bisa membagikan hasil usahanya melalui PADesa karena jenis usahanya masih baru berjalan, terdapat perubahan struktur, dan di antara pengurus belum terinternalisasi cara melakukan pembagian hasil usaha dari BUM Desa kepada Pemerintah Desa.
Salah satu BUM Desa menjadi pengelola wisata mangrove. Usulan wisata mangrove ini awalnya merupakan prakarsa lokal. Gayung bersambut dengan pemerintah Deli Serdang yang memperhatikan pula wisata mangrove. Pemerintah Deli Serdang kekurangan anggaran dan dana untuk mendukung aspirasi Desa itu. Salah satu prakarsa lokal BUM Desa adalah melakukan jenis usaha budidaya udang vaname dan pengelolaan wisata mangrove. Prakarsa lokal itu diwarnai dana operasional usaha dari pribadi warga kurang lebih delapan puluh juta rupiah. Ini sebenarnya memerlukan konfirmasi, uang pribadi itu terkategori penyertaan modal atau utang usaha, meskipun kebiasaan di dalam BUM Desa lebih memperlakukan prakarsa pribadi di lokal Desa sebagai utang usaha daripada penyertaan modal. Penyertaan modal dari masyarakat Desa kepada BUM Desa masih belum diterapkan sepenuhnya di Desa.
Regulasi pengakuan formal terhadap BUM Desa sebagai badan hukum memerlukan pendampingan khusus oleh pendamping Desa agar proses penyusunan jenis-jenis usaha yang dicantumkan di dalam peraturan Desa (beserta lampiran Anggaran Dasar) dan peraturan Kepala Desa tentang Anggaran Rumah Tangga, serta rencana program kerja bisa dipercepat dan mudah terselesaikan.
Masalah yang ditemukan seiring berjalannya jenis-jenis usaha BUM Desa adalah pembuatan laporan terutama tentang penyertaan modal Desa kepada BUM Desa. Pengurus BUM Desa belum mengenal jenis laporan perubahan ekuitas BUM Desa karena belum terbiasa menyusun kode-kode akun di dalam laporan keuangannya. Transformasi BKAD-UPK menjadi BUM Desa Bersama terjumpai kendala. Kepala Desa dipersepsikan sebagai direktur BUM Desa Bersama padahal posisinya hanya sebagai Penasihat yang sekaligus mewakili permodalan yang diberikan oleh Desa kepada BUM Desa Bersama. Musyawarah Antar Desa diragukan sebagai arena pertemuan yang kurang transparan terhadap posisi pengurus BKAD-UPK seterusnya di dalam organisasi BUM Desa Bersama.
Bersambung ke penilaian kebijakan berbasis bukti di Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung.(*)