Opini: Studi Kasus sebagai Strategi Penelitian
Anom Surya Putra
Dalam paradigma kualitatif gagasan dasar mengenai studi kasus (case study) adalah studi terhadap satu kasus atau sejumlah kasus secara rinci dengan menggunakan metode apapun. Studi kasus bertujuan memahami suatu kasus secara mendalam dengan konteks dan kompleksitasnya.
Hal ini berarti terdapat fokus holistik yang bertujuan untuk melihat dan mendalami keseluruhan dan kesatuan dari kasus. Keith F. Punch menyatakan studi kasus (case study) akhirnya lebih merupakan strategi penelitian ketimbang pendekatan penelitian.[1] Suatu strategi penelitian yang menyediakan perbandingan-perbandingan menarik diantara kasus-kasus.
Robert E. Stake menguatkan studi kasus sebagai strategi penelitian, bukan pilihan metodologi akan tetapi pilihan subyek penelitian.[2] Bagi komunitas penelitian kualitatif studi kasus memusatkan kajian pada pengetahuan eksperiensial tentang kasus dan perhatian yang cermat pada konteks sosial, politis dan lainnya. Sebuah kasus bisa sederhana ataupun kompleks. Dari waktu ke waktu, para peneliti menyebut segala sesuatu yang disukainya dengan sebutan studi kasus namun semakin objek kajiannya berupa sistem yang spesifik, unik, dan terbatas.
Suatu kasus dapat bersifat jamak (multiple) semisal anggota keluarga dari rumah tangga miskin, suatu peristiwa perancangan kebijakan yang melibatkan elit birokrasi pemerintah daerah dan elit politik, hingga kejadian pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat anti-kemiskinan di kecamatan tertentu.
Stake menyebutkan 3 (tiga) jenis studi kasus yakni penelitian dengan studi kasus intrinsik, studi kasus instrumental dan studi kasus kolektif (2005:481). Studi kasus intrinsik dilakukan karena dan terutama jika peneliti ingin memahami kasus khusus dengan lebih baik. Misalnya, Internet dan Kemiskinan: Pergerakan ‘Telecenter’ di Jawa.[3] Studi kasus intrinsik dilakukan karena minat intrinsik peneliti pada internet dan kemiskinan.
Studi kasus instrumental dilakukan jika sebuah kasus khusus murni dipelajari untuk memberikan wawasan tentang suatu persoalan atau untuk menarik ulang sebuah generalisasi. Misalnya, Analisis Dampak “Conditional Cash Transfer untuk Pengentasan Kemiskinan: Studi Kasus pada PNPM Mandiri”.[4] Pilihan kasus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang minat intrinsik terhadap PNPM Mandiri untuk memberikan wawasan pengentasan kemiskinan melalui Conditional Cash Transfer.
Tidak ada batas yang jelas dan tegas yang membedakan studi kasus intrinsik dan studi kasus instrumental, namun yang ada adalah zona tujuan gabungan. Ketika muncul sedikit minat pada satu kasus khusus, sejumlah kasus bisa dipelajari secara gabungan agar bisa menyelidiki sebuah fenomena, populasi atau kondisi umum. Stake menyebutnya sebagai studi kasus kolektif atau suatu studi kasus instrumental yang diperluas ke beberapa kasus. Kategori studi kasus (intrinsik, instrumental, kolektif) bukanlah menambah item taksonomi studi kasus, namun untuk menekankan variasi perhatian dan orientasi metodologis kasus.*
Catatan Kaki
[1] Keith F. Punch, Introduction to Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches (London – Thousand Oaks – New Delhi: SAGE Publications, 1998), hal. 150.
[2] Robert E. Stake, “Studi Kasus Kualitatif,” dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), The Sage Handbook of Qualitative Research (Edisi Ketiga ) [The Sage Handbook of Qualitative Research (Third Edition)]., Cetakan I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 479.
[3] Widjajanti M. Santoso et. al., Internet dan Kemiskinan: Pergerakan Telecenter di Jawa (Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, 2010).
[4] Diah Setiari Suhodo, Analisis Dampak ‘Conditional Cash Transfer’ untuk Pengentasan Kemiskinan: Studi Kasus pada PNPM Mandiri (Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2010).