“Seragamnya Desa adalah Beragam”, Pidato Anies Baswedan di APDESI 2023
MediaVanua.com ~ Kanal Kompas menayangkan video tentang pidato Anies Baswedan tentang Desa di acara APDESI, Juli 2023. Momen ini penting untuk dinalar bersama oleh pembaca. Visi apa yang dibawakan oleh Anies Baswedan untuk ribuan Desa di Indonesia? Perubahan apa yang menjadi misinya? Apa hubungan antara Desa, kemiskinan, ketimpangan, perubahan, restorasi, keadilan, dan persatuan? Mari kita baca bersama transkrip pidato Anies Baswedan sambil menonton videonya di kanal Kompas.
Pemimpin di Desa: Gerak Senyap, Tanpa Pencitraan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang, selamat sore, salam sejahtera buat semuanya. Ketua Umum APDESI yang saya hormati, Sekjen APDESI, Ketua APDESI Jambi, juga Ketua MPO APDESI yang tadi barusan saja memberikan pengantar yang luar biasa, para Ketua DPC APDESI, para Bupati/Walikota se-Provinsi Jambi yang ikut hadir bersama di sini, para anggota DPR dan DPRD (Dapil Jambi) dan seluruh hadirin sekalian.
Saya bersyukur sekali bahwa sore hari ini bisa berjumpa dengan pribadi-pribadi penjaga penggerak Desa-desa di seluruh Indonesia. Inilah garda terdepan kita. Inilah pribadi-pribadi yang tadi disebutkan, jam 2 (dua) malam diketuk, urusannya adalah semua urusan yang ada.
Saya pun merasakan ketika dulu tugas di Kementerian tugasnya berurusan dengan kertas. Kalau bertugas di masyarakat berurusannya dengan orang, dengan manusia, dengan urusan yang nyata. Dan saya membayangkan Bapak Ibu sekalian yang paling dekat. Karena itu kalau menjadi pemimpin yang paling dekat dengan masyarakat, itu paling banyak ditonton. Kalau baik langsung kelihatan, kalau bermasalah langsung kelihatan, dan kalau diakui pemimpin maka dia betul-betul pemimpin di Desa itu. Karena langsung kelihatan, kalau yang lain bisa berjarak, kalau yang berjarak bisa pakai perusahaan pencitraan.
Kalau kepala desa bisa nggak pakai perusahaan pencitraan? Nggak bisa. Faktanya adalah citranya. Bila citranya pemimpin maka faktanya dia pasti pemimpin. Pasti. Bila citranya jujur maka dia faktanya jujur. Karena jarak antara pemimpin dengan rakyat itu pendek sekali. Tidak sempat itu dibuat segala macam Citra-citra.
Jadi, Bapak Ibu sekalian yang berkumpul di sini, saya sampaikan terima kasih telah menjadi yang terdepan, terima kasih telah menjadi yang menjaga, dan saya ingin sampaikan juga kepada teman-teman pengurus APDESI terima kasih kesempatan untuk bersilaturahmi.
Kami ketika mendapat undangan dari APDESI, saya katakan kalau APDESI mengundang, sesungguhnya bukan undangan, itu adalah perintah hadir, perintah hadir [Tepuk tangan] harus dilaksanakan perintah hadir itu. Jadi saya merasa penting sekali untuk itu saya sampaikan terima kasih. Terima kasih karena ibu bapak telah bekerja dalam senyap, ibu bapak bekerja di tempat yang tak terlihat, tapi Ibu Bapak yang menjaga agar suasana Republik ini tetap tertib, suasana Republik ini tetap baik, suasana Republik tetap teduh. Dan Republik ini dijaga oleh pribadi-pribadi yang tak terlihat. Yang terlihat tentu saja baik juga, tapi yang tidak terlihat seringkali justru yang kita lewatkan, karena itu saya merasa penting pertama saya sampaikan terima kasih.
Desa: Pusat Pelestarian dan Pengembangan Budaya
Kemudian kami selama ini berinteraksi, mendengar, melihat, bagaimana Bapak Ibu dan masyarakat Desa menjadi penopang bagi kehidupan berbangsa.
Jadi Bapak Ibu sekalian yang saya hormati, kalau boleh ini saya berbagi sedikit, kita punya harapan bahwa Desa-desa ke depan, Desa kita bukan sekedar sebagai kawasan yang berada di luar kota, tapi kita ingin Desa ke depan menjadi pusat pelestarian dan pengembangan budaya. Ini adalah kekuatan Desa kita. Dan saya katakan di sini ada dua yakni pelestarian dan pengembangan.
Mengapa harus dua? Kalau pelestarian, menjaga Yang Lalu. Kalau pengembangan membuat yang baru. Jangan sampai budaya kita dianggap sebagai masa lalu, dan tidak ada pengembangannya. Dilestarikan dan dikembangkan tempatnya mana? Desa harus bisa menjadi tempat pelestarian dan pengembangan kebudayaan.
Lalu kita tahu bahwa Desa juga tempat sumber potensi alam dan lingkungan. Ini Desa kita. Betapa kekayaan alam yang luar biasa dan ketika kita bicara tentang kerusakan lingkungan hidup, kerusakan itu dimulai di kota atau di desa, bapak ibu? Kalau kerusakan lingkungan di mana yang banyak polusinya, di kota atau di desa? Kota. Justru Desa menjadi pertahanan lingkungan karena itu kita ke depan harus membuat Desa-desa kita terus menjadi paru-paru Indonesia, menjadi tempat hadirnya air-air yang bersih, udara-udara yang bersih
Lalu lumbung pangan nasional. Kita tahu ini lumbung pangan nasional, tidak usah dijelaskan semua paham.
Dan di Desa pula kita menemukan bibit-bibit kepemimpinan. Semua ini Bapak Ibu sekalian yang ada di Republik ini kalau ditanya dulu dari mana, minimal kakeknya dari Desa, minimal kakeknya dari Desa.
Nah tapi juga di desa kita punya banyak masalah. Kalau kita lihat prosentase kemiskinan secara nasional, persentase penduduk miskin ada 9%, 12% di desa 7% di perkotaan. Ini tidak boleh diteruskan. Kita harus kurangi Angka kemiskinan dan di desa justru harus meningkat kesejahteraannya dan menurun angka kemiskinannya. Ini kunci untuk kita semua.
Tapi juga yang tidak kalah penting kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, air bersih bahkan akses pada sanitasi semacam MCK dan fasilitas-fasilitas ini Bapak Ibu sekalian, makin hari sudah menjadi makin kebutuhan. Karena itu kita melihat ke depan ketika membayangkan Desa maka harus membayangkan desa yang sehat. Tidak harus menjadi kota, tidak harus berubah dalam artian struktur lingkungannya tetapi menjadi desa yang sehat, desa yang warganya merasakan kemajuan kebahagiaan dan basisnya tetap pedesaan.
Isu Kemiskinan dan Ketimpangan di Desa
Tapi sebelum ke sana bapak ibu, teman-teman APDESI, yang saya hormati, saya ingin memberi gambaran sedikit. Perjalanan Indonesia bulan depan, kita masuk ulang tahun Republik yang ke berapa? Kita 78 tahun sebagai Republik.
Coba kita lihat potret desa, kota, 78 tahun. Ada gambarnya. Nah ini dia (memperlihatkan slide presentasi). Bapak ibu saat kita merdeka penduduk Indonesia yang di perkotaan hanya 15%, 85% penduduk kita ada di desa. Diperkirakan pada tahun 2045 kita usia 100 tahun maka di desa 30% di Kota 70%. Hari ini 57% penduduk di kota, 43% penduduk di Desa, ini ada angkanya (melihat slide presentasi).
Jadi, ketika kita menyaksikan jumlah penduduk desa berkurang, jumlah penduduk kota meningkat, grafik yang kanan menggambarkan juga nih: jumlah penduduk Indonesia tahun 1961 itu 91 juta, Bapak Ibu lihat angkanya nih (memperlihatkan slide). Sekarang pada 2023 udah 273, kita meningkat jumlah penduduknya luar biasa. Di sisi lain luas sawah kita masih stabil, kelihatan bukan Bapak Ibu sekalian? Penduduk jumlahnya meningkat tinggi, Indonesianya, jumlah penduduk desanya menurun, lahan sawahnya rata.
Melihat situasi seperti ini, kita tidak bisa mendiamkan Desa berjuang sendirian. Karena kita negara harus melakukan intervensi, menyelamatkan agar Desa tumbuh berkembang, bertahan dan bisa menjadi penopang.
Bapak Ibu bayangkan kalau penduduk kotanya meningkat, penduduk desa menurun, jumlah sawah menurun, ketahanan pangan kita menjadi tantangan. Dan lalu Desa dibiarkan sendirian, apalagi ini para kepala desa pimpinan pemerintahan desa tidak diberikan kekuatan, maka nantinya gambar nasional kita akan menunjukkan ketergantungan pada luar. Kenapa? Karena pasokan dari dalam, kekuatan dari Desa tidak ditingkatkan.
Visi kita ke depan Bapak Ibu sekalian, kita ke depan, yuk kita jalan sama-sama. Mari kita kembalikan Desa menjadi kekuatan utama bangsa ini. Desa menjadi pilar penting dalam pembangunan ke depan.
Saya melihat Bapak Ibu sekalian, kalau kita panjang ke depan bahwa kita tidak boleh membiarkan para petani, para nelayan, kemudian mereka yang bekerja di perkebunan, jalan sendirian.
Saya ingin coba langsung ke slide ketujuh saya, menunjukkan kepada semua Bapak Ibu sekalian bahwa yang perlu kita tinggikan itu bukan saja target domestik. Kita harus lihat Indonesia dalam konteks Asia. Kalau kita ingin membuat Desa Kita maju, jangan hanya berbicara desa dan kota di Indonesia.
Bagaimana Desa dimajukan supaya Indonesia bisa menjadi lumbung pangan Asia, sehingga kekuatan Desa itu tumbuhnya lebih besar. Kalau kita hanya dorong di tingkat nasional Bapak Ibu sekalian, nanti target kita itu rendah. Tinggikan. Supaya semua yang kita kerjakan di desa itu punya dampak yang lebih besar dari desa-desa kita. Lahan kita subur, air kita melimpah dan kita jalur utama untuk perekonomian dunia.
Jadi untuk itu, slide berikutnya, kami melihat: jangka pendek memperkuat desa, jangka menengah adalah memandirikan desa. Jangka pendek: beberapa aspirasi kita ingin desa yang kuat. Dan untuk itu tadi disampaikan, ada empat hal:
- yang pertama, undang-undang yang perlu revisi,
- yang kedua, pengelolaan desa yang partisipatif,
- yang ketiga kesejahteraan mereka yang bekerja di desa baik Kepala desa maupun perangkat desa;
- yang keempat dana desa yang ditingkatkan, targetnya tadi katakan 10%.
Bapak ibu kita harus mulai bekerja dengan cara begini. Apa yang dituju lalu aturan apa yang dibutuhkan untuk mencapai itu. Jangan dibalik. Kalau kita bekerja sekedar untuk aturan, kita tidak tahu aturannya untuk apa ya? Tujuan kita apa? Tujuan kita, Desa yang bisa kuat, desa yang bisa maju, nantinya menjadi Mandiri. Dan kalau itu dilakukan, maka, bila itu diperlukan revisi, maka lakukan revisi, bila itu dilakukan partisipasi maka lakukan partisipasi. Karena ini yang perlu dikerjakan.
Saya kalau boleh komentar sedikit terkait dengan partisipasi dan revisi (slide boleh dimatikan saja). Ketika terkait dengan partisipasi, kami ceritakan pengalaman kami di Jakarta Bapak Ibu sekalian, ketika kita mengelola kampung-kampung di Jakarta, kita merasakan program pemerintah itu banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan atau cara melaksanakannya tidak sesuai di lapangan. Jadi kita di Jakarta mengubah pengadaan barang itu, ada Tipe 1, Tipe , Tipe 3, dan Tipe 4. Tipe 1 dikerjakan oleh dinas. Tipe 2 dengan tender, ada kontraktor. Tipe 3 tipe 4 dengan masyarakat.
Apa yang kami lakukan, Jakarta menjadi provinsi pertama yang mengerjakan proyek-proyek itu dengan tipe 3. Apa artinya? Dana itu diberikan kepada pengurus kampung baik itu RW ataupun LMK, lalu mereka nanti yang membangun jalan, perbaikan gorong-gorong, yang membangun masyarakat. Apa yang terjadi ketika itu dikerjakan? Kualitas pekerjaan jauh lebih baik karena rasa memiliki ada pada warga yang mengerjakan di sana.
Tapi kalau itu dikerjakan oleh kontraktor saja, apa yang terjadi? Warganya cuma nonton di situ. “Mohon maaf perjalanan Anda terganggu”. Lalu orang mengerjakan ke situ. Silahkan dikerjakan mudah-mudahan hasilnya bagus, tapi begitu diserahkan apa yang terjadi? Justru dibangun sesuai kebutuhan dan kami mengerjakan itu di ratusan kampung di Jakarta. Jakarta menjadi provinsi pertama yang mengerjakan itu dengan pengadaan tipe 3 tipe 4.
Siapa yang repot kalau ini? Yang enggan adalah birokrasi. Birokrasi inginnya Tipe 1 tipe 2 yang simple, laporannya gampang, auditnya mudah tapi kalau yang tipe 34 melibatkan masyarakat nanti kalau diperiksa lebih rumit, saya katakan ini bukan soal rumit atau tidak,
ini soal rakyat merasakan manfaat lebih banyak atau lebih sedikit. Di pemerintahan kita harus siap untuk kerja lebih rumit.
Saya membayangkan Ibu sekalian ketika dana desa itu turun, sampai, lalu pengeluaran wajib yang harus dikerjakan itu tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di desa itu, yang muncul adalah ketidakbermanfaatan. Jadi saya melihat ini harus diubah, dan artinya kita harus bergerak, jangan sampai satu sisi kaku diatur semuanya dari pusat, di sisi lain liberal bebas tanpa aturan. Kita harus membuat di mana ini bisa dipertanggungjawabkan. Dan saya percaya para kepala desa memiliki kemampuan untuk membangun musyawarah, mengawasi bersama agar dana desa itu dipakai sebaik-baiknya bagi warga di desanya. Jadi kami melihat ini menjadi penting.
Kalau boleh pasang lagi slide ke-8. Jadi dalam jangka pendek Bapak Ibu sekalian, saya merespon apa yang disampaikan tadi, gaji perangkat desa yang rendah, birokrasi dana desa yang rumit, bahkan tantangan kriminalisasi. Ini yang dialami Desa sekarang. Next slide.
Peningkatan Dana Desa, Tanpa Top Down
Langkah-langkahnya pertama adalah peningkatan Dana Desa. Ini menjadi kunci, Insya Allah ini kita akan serius, peningkatan Dana Desa seperti yang disampaikan. Kemudian yang kedua adalah otoritas belanja yang sesuai dengan kebutuhan.
Jadi, kewenangan harus dipikir sistemnya. Kita ini memang juga tidak boleh tanpa kendali, dikendalikan 100% tidak sesuai kebutuhan karena semua Desa dianggap seragam.
Ada tidak yang seragam di seluruh desa? Ada. “Seragamnya desa adalah beragam”. Beragam tidak mungkin sama, kebutuhannya beragam, dibuat sesuai kebutuhan, dibuat sistemnya sehingga satu sisi otoritas didelegasikan, pengeluaran disesuaikan, di sisi lain tata kelola pemerintahan dijalankan dengan baik dan benar. Sehingga aparatur yang terlibat, aparatur desa terlindung dari potensi kriminalisasi, yang saya rasa hari ini menjadi salah satu masalah yang besar di desa-desa di seluruh Indonesia.
Pendampingan Desa
Kemudian yang tidak kalah penting Bapak Ibu sekalian adalah pendampingan yang profesional. Jangan pendampingan-pendampingan ini sekedar pasang orang begitu saja, titipan-titipan dari kanan kiri.
Sudah cukup Desa membutuhkan pendamping yang benar-benar mengerti dan benar-benar bisa membantu, sehingga teman-teman para kepala desa punya partner yang baik.
Nah untuk itu, coba slide 11, untuk itu Bapak Ibu sekalian kami tidak ingin proses kebijakan itu Top Down saja. Itu gagasannya. Gagasan besarnya apa? Kita ingin desa yang kuat, desa yang mandiri. Untuk itu kita harus lakukan beberapa perubahan.
Apa aspek yang harus diubah? Jangan sampai perubahan itu Top Down saja. Karena yang tahu masalah sesungguhnya siapa? Yang tahu masalah sesungguhnya adalah Bapak Ibu sekalian di lapangan.
Empat Hal Perubahan/Restorasi
Karena itu saya mengajak kepada teman-teman di APDESI. Empat hal yang Kami ingin rumuskan sama-sama dari apa yang terjadi sekarang.
Satu, apa yang harus diteruskan dari yang ada sekarang? Apa yang perlu diteruskan? Perubahan itu tidak hanya menghentikan semua. Perubahan itu adalah juga bicara apa yang harus kita tingkatkan.
Kedua, apa yang harus dikoreksi dari yang ada sekarang?
Ketiga, apa yang harus dihentikan dari yang ada sekarang.
Keempat, apa hal baru yang harus kita buat?
Saya mengajak APDESI untuk menyusun ini sama-sama sehingga kebijakan yang dihasilkan adalah kebijakan yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Kalau tidak, kita membuang waktu Bapak Ibu sekalian. Uang APBN kita dikeluarkan sementara hasil yang didapat tidak sesuai harapan. Perlu sinkron atas semua apa yang menjadi kebutuhan itu.
Sebenarnya empat ha ini penting: apa yang ditingkatkan, apa yang dikoreksi apa yang dihentikan dan apa yang harus dibuat baru supaya Desa kita bisa mencapai yang kita harapkan. Jadi Bapak Ibu sekalian kami tidak ingin menempatkan Desa itu semata-mata sebagai sebuah kawasan penopang kota. Bukan!
Desa adalah kawasan yang mandiri yang hidup sejahtera yang punya masa depan. Dan ini adalah target yang harus didorong oleh Republik kita.
Jadi gelora pidato membuat kita bersemangat tapi ketika sampai ke kampung, sampai ke desa kita, kita dihadapkan dengan kenyataan: mana perubahannya mana faktanya, itu yang kita ingin bawa sama-sama. Kenyataan, fakta, perubahan lewat empat hal yang tadi saya sampaikan.
Jadi, harapannya kedepan, slide terakhir, kita akan yakin bahwa Indonesia maju itu baik Desa maupun kota. Dan kalau desanya mandiri, negaranya bisa maju, warganya sejahtera, inilah yang kita harapkan sama-sama.
Kita berkeinginan agar siapapun lahir di Indonesia baik itu di kota atau di desa, dia punya kesempatan masa depan yang baik. Dia punya kesempatan untuk terlindungi dengan baik. Kesempatan untuk tercerdaskan dengan baik. Kesempatan untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Kesetaraan untuk masa depan yang baik.
Ibu Bapak sekalian yang saya hormati, para anggota APDESI, izinkan saya mengakhiri paparan awal ini dengan menyampaikan kepada semua bahwa gagasan perubahan yang kita bawa adalah untuk menghadirkan rasa keadilan. Kenapa? Karena ketimpangan yang ada sudah terlalu jauh. Ketimpangan antara kota dengan Desa. Ketimpangan antara pulau satu dengan pulau yang lainnya. Ketimpangan antara komponen masyarakat satu dengan komponen bangsa lain. Ketimpangan ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Tidak bisa kita membangun persatuan dalam ketimpangan.
Coba Bapak Ibu sekalian, bisakah bapak ibu di desa membuat persatuan dalam ketimpangan? Bisa, tidak? Tidak bisa. Persatuan itu harus dibuat di dalam perasaan keadilan. Keadilanlah yang menghasilkan persatuan. Tidak mungkin kita bisa menjaga persatuan, menjaga keutuhan Republik, kalau ketimpangan ini dibiarkan. Dan kenyataannya hari ini kita ada ketimpangan.
Inilah yang akan kita bereskan sama-sama. Dan kami mengajak untuk bekerja bersama. Kami sangat terbuka tadi saya sampaikan. Ada empat hal nih catatan.
Yuk, kerjakan sama-sama. Insya Allah desanya maju, kotanya maju, Indonesianya maju. Terima kasih.*
Penulis: Anom Surya Putra